BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Materi
Belajar bukan hanya
menghafal dan bukan hanya mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuannya, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapannya,
kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaannya. Jadi belajar adalah suatu
proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa.
Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat
melalui situasi yang ada pada siswa.
Dalam suatu pembelajaran
juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar. Secara umum teori
belajar di kelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: Teori Belajar
Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, Teori Belajar Humanistik, dan Teori
Belajar Konstruktivisme. Untuk memahami lebih lanjut dalam makalah ini akan
membahas mengenai Teori Belajar Humanistik.
B. Rumusan Materi
1.
Apakah yang dimaksud
teori belajar humanistik?
2.
Bagaiman pandangan beberapa
tokoh terhadap belajar menurut teori humanistic ?
3.
Apa saja kelebihan dan
kekurangan teori belajar
humanistik?
4.
Bagaimanakah implementasi
dan implikasi dari penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
C. Tujuan Materi
1.
Untuk mengetahui pengertian teori
belajar humanistic
2.
Untuk mengetahui pandangan beberapa
tokoh terhadap belajar menurut teori humanistic
3.
Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan teori belajar humanistic
4.
Untuk mengetahui implementasi dan implikasi dari penerapan teori
belajar humanistik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Humanistik
Humanisme lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia dari pada berfokus pada ketidak normalan atau
sakit seperti yang dilihat oleh teori psikoanalis Freudian.Pendekatan ini
melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal-hal positif.Kemampuan bertindak positif
ini, yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistic,
biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan positif ini. Kemampuan
positif erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat
dalamdomain afektif. Emosi adalah karaktristik yang sanagt kuat yang tampak
dari para pendidik beraliran humanism.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat
motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
manusia, humanistic melihat prilaku manusia sebagai campuran antara motivasi
yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama
pendekatan humanistic yaitu yang dilihat perilaku manusia, buakn spesies lain.
Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dengan motvasi yang
dimiliki binatang (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 158)
Dalam teori belajar humanistik proses belajar
harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini
sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide
belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya.
Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia”.Memanusiakan
manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi
diri orang yang belajar secara optimal.Dalam hal ini, maka teori humanistik ini
bersifat eklektik yaitu memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan
untuk memanusiakan manusia (Wahab Jufri, 2012: 25).
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Salah
satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai
kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated
learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan
bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi
diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses
belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.Disinilahletak
perbedaan antara teori behavioristic dengan humanistic.Jika behaviorisme
memandang siswa sebagai penerima pasif maka humanistic memandang siswa sebagai
objek aktif. (http://ariefian84.wordpress.com/2010/07/21/teori-belajar
humanistik/)
Jadi meskipun teori ini terlihat menentang teori
behavioristic yang menyamakan perubahan tingkahlaku manusia dengan binatang,
sebenarnya teori ini juga mengadopsi dari teori behaviorisme mengenai perubahan
tingkahlaku tapi difokuskan pada manusia. Teori ini juga mengadopsi dari teori
kongnitif mengenai motivasi yang membangun kongnitifnya.Jika teori konstruktivisme
merupakan perpaduan dari teori behavioristic dan kongnitif yang membahas
tentang peserta didik membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman, maka
teori humanistic adalah pengembangan, penyempurnaan atau penjelasan lebih lanjut
dari teori konstruktivisme yang kemudian dikaitkan dengan perkembangan
kepribadian manusia.
B.
Teori Belajar Humanistic
Menurut Pakar
1.
Kolb (Experiential learning theori)
Teori ini
dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an. Dalam teorinya,
Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan
melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara
memahami dan mentransformasi pengalaman.
Experiential Learninng Theory kemudian menjadi dasar model
pembelajaran experiential learning yang menekankan pada sebuah model
pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman kemudian mempunyai
peran sentral dalam proses belajar
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub dalam kecenderungan seseorang
dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut yang dikutip dari. Antara lain:
a. Kutub
Perasaan/felling (Concrete
Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman
kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan
orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan mampu
beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b.
Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract
Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari
ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau
perkara yang dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan
sistematis serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
c. Kutub Pengamatan/watching (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan,
penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai
perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Dalam proses
belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk
opini/pendapat.
d. Kutub Tindakan/ doing (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan,
cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas,berani mengambil resiko,
dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan
menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada
orang lain, dan prestasinya (http://saputradavid.blogspot.com/2013/04/teori-belajar-menurut-david-kolb.html)
Lebih lanjut, Kolb membagi belajar menjadi 4
tahap
1) Tahap pengamalan konkrit
(Concrete Experience)
Merupakan tahap paling
awal, yakni seseorang mengalami sesuatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya
merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu).Dalam tahap ini
seseorang belum memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang
sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu terjadi.
2) Tahap Pengalaman Aktif dan
Reflektif (Reflection Observation)
Pada tahap ini sudah ada
observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi,
mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa
terjadi.
3) Tahap Konseptualisasi
(Abstract Conseptualization)
Pada tahap ini seseorang
sudah berupaya membuat sebuah abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep,
prosedur tentang sesuatu yang sedang menjadi objek perhatian.
4) Tahap Eksperimentasi Aktif
(Active Experimentation)
Pada tahap ini sudah ada
upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep,
teori ke dalam situasi nyata (Wahab Jufri, 2012: 26)
Pada dasarnya,
tahap-tahap tersebut berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar, (begitu
saja terjadi). Dari kutub dan tahapan yang disampaikan kolb, terlihat adanya
domain domain afektf, psikomotorik, dan kongnitif. Ini seperti yang dikehendaki
dalam teori humanistic yaitu adanya kongnitif, psikomotorik dan yang paling ditekankan
yaitu domain afektif (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 159)
2.
Teori honey, mumford dan
habermas
Teori yang
disampaikan honey dan mumford merupakan lanjutan atau pengembangan dari teori
kolb. Berdasarkan teori kolb ini, honey dan mumford membuat penggolongan siswa
menjadi 4 macam, yaitu:
a. Kelompok Aktivis
Orang-orang
yang tergolong dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri
dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah untuk diajak berdialog,
memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya.
Namun dalam melakukan tindakan sering kali kurang mempertimbangkan secara
matang dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri.Dalam
kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya
penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru.Namun mereka
cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b. Kelompok Reflector
Mereka yang
termasuk kelompok ini kecendrungan berlawanan dengan kelompok Aktivis.Dalam
melakukan tindakan, orang-orang tipe reflector sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan.Pertimbangan baik-buruk, untung-rugi, selalu diperhitungkan dengan
cermat dalam memutuskan sesuatu.Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi,
sehingga cenderung bersifat konservatif.
c. Kelompok Teoris
Orang-orang
tipe theorist memiliki kecenderungan yang sangat kritis.Mereka suka
menganalisis, berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.Segala sesuatu
dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum.Mereka tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif.Dalam melakukan
memutuskan sesuatu
kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptif dan tidak menyukai
hal-hal yang bersifat spekulatif.
d. Kelompok Pragmatis
Orang-orang
tipe pragmatis memiliki sifat-sifat yang praktis.Mereka tidak suka berpanjang
lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya.Bagi mereka
yang penting adalah aspek-aspek praktis.Sesuatu hanya bermanfaat jika
dipraktikkan.Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat
dipraktekkan dan bermanfaat dalam kehidupan (Muhammad Thobroni dan Arif
Mustofa, 2010: 160).
Habermas
meyakini bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi, baik dalam
lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi, dia membagi tipe
belajar menjadi 3 macam, yaitu:
a. Belajar teknis.
Peerta didik
belajar bagaimana berinteraksai dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha
menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
b. Belajar praktis.
Peserta didik
juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah
interaksi antarapeserta didik dengan orang-orang disekelilingnya.Pada tahap
ini, pemahaman peserta didik terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu
pemahaman yang kering dan terlepas dari manusia.Tetapi pemahaman terhadap alam
justru relevan jika dan hanya jika berkaitan dengan kepentingan manusia.
c. Beajar emansipatoris.
Peserta didik berusaha
mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural
dari suatu lingkungan. Transformasi kltural dianggap sebagai tujuan pendidikan
yang paling tinggi (Wahab Jufri, 2012: 27)
3.
Bloom dan Krathwohl.
Bloom dan Krathwohl juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan
perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan
belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang
dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi
Bloom http://www.scribd.com/doc/46776722/Pandangan-Bloom-Dan-rathwohl-Terhadap-Belajar)
Ketiga kawasan dalam
taksonomi Bloom adalah sebagai berikut :
a. Domain koognitif, terdiri
atas 6 tingkatan, yaitu :
1) Pengetahuan (mengingat,
menghafal)
2) Pemahaman (menginterprestasikan)
3) Aplikasi (menggunakan
konsep untuk memecahkan masalah)
4) Analisis (menjabarkan suatu
konsep)
5) Sintesis (menggabungkan
bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
6) Evaluasi (membandingkan
nilai-nilai, ide, metode, dsb.
b. Domain psikomotor, terdiri
atas 5 tingkatan, yaitu :
1) Peniruan (menirukan gerak)
2) Penggunaan (menggunakan
konsep untuk melakukan gerak)
3) Ketepatan (melakukan gerak
dengan benar)
4) Perangkaian (melakukan
beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5) Naturalisasi (melakukan
gerak secara wajar)
c. Domain afektif, terdiri
atas 5 tingkatan, yaitu :
1) Pengalaman (ingin menerima,
sadar akan adanya sesuatu)
2) Merespon (aktif
berprtisipasi)
3) Penghargaan (menerima
nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4) Pengorganisasan
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5) Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya) (Muhammad Thobroni dan Arif
Mustofa, 2010: 162).
4.
Teori Abraham Maslow
Teori maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu :
a. Suatu usaha yang positif
untuk berkembang.
b. Kekuatan untuk melawan atau
menolak perkembangan itu.
Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima
dirinya sebisa mungkin.Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan
hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau hirarki kebutuhan.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Ia mengatakan bahwa perhatian
dan motivasi belajar mungkin berkembang jika kebutuhan dasar siswa belum
terpenuhi (Muhammad Thobrono dan Arif Mustofa, 2010: 166).
Psikolog
humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk
merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan
aktualisasi diri.Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap
situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih,
Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding
mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental.Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak
pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun
sekitarnya.Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya,
dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang
mengaktualisasi dirinya.(http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow)
5.
Teori David Mills dan
Stanley Scher
David Mills dan
Stanley Scher mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan
yang mengikutsertakanafeksi atau perasaan murid dalam belajar. Pendekatan
terpadu atau confluent approach
merupakan sintetis dari psikologi humanistic dan pendidikan, yang melibatkan
integrasi elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar. Elemen
kognitif menunjuk pada berfikir, kemampuan verbal, logika, analisis, rasio, dan
cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan,
cara-cara memahami yang melibatkan gambaran visual spasial, fantasi, persepsi
keseluruhan, metafor, intuisi, dan lain-lain.
Tujuan umum
pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap
dirinya dan dunia sekitarnya, sertameningkatkan kemampuan untuk menggunakan
kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, menerima
petunjuk-petunjuk internal, dan menerima tanggung jawab bagi setiap pilian
mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu kepada guru, dengan tujuan akhir
mengembangkan tanggung jawab murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu
mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka,
dan jika perlu, guru bisa menolak memberikan bantuan untuk hal-hal yang bisa
ditangani oleh murid sendiri (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 162)
C.
Kekurangan dan Kelebihan
Teori Humanistik
Kelebihan teori humanistik dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Teori ini cocok untuk
diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan keperibadian,hati
nurani,perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2. Indikator keberhasilan
implikasi ini adalah siswa merasa senang,bergairah,berinisiatif dalam belajar,
dan terjadi perubahan pola pikir,perilaku, serta sikap atas kemauan sendiri
3. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
Adapun
kekurangan teori humanistik, yaitu siswa yang tidak mau memahami potensi
dirinya atau ketinggalan dalam proses belajar (Muhammad Thobroni dan Arif
Mustofa, 2010: 159)
D.
Implementasi Teori
Humanistic
Implementasi teori
humanistik lebih menunjukkan pada ruh atau spirit
selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa, sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa dan mendampingi
siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan
sebagai pelaku utama ( student center)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Ketika siswa memahami
potensi diri, diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensidiri
yang bersifat yang negatif. Tujuan pembelajaran
lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Sedangkan, proses yang umumnya dilalui adalah
sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan belajar
yang jelas
2. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak
belajar yang bersifat jelas, jujur, dan
positif.
3. Mendorong siswa untuk
mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
5. Siswa didorong untuk bebas
mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa yang diinginkan, dan
menanggung resiko perilaku yang
ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya,
berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normative, tetapi
mendorong siswa untuk bertanggung
jawab atas segala resiko proses
belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid
untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara
individual berdasarkan perolehan prstasi
siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik kini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajarannya yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola piker,
perilaku, serta sikap atas kemauan
sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain, dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung
jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,
norma, disiplin, etika yang berlaku (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010:
159).
E.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
1. Guru Sebagai Fasilitator.
Psikologi humanistik
memberi perhatian atas
guru sebagai fasilitator
yang berikut ini adalah
berbagai cara untuk member
kemudahan belajar dan
berbagai kualitas
fasilitator. Cara ini merupakan ikhtisar
yang sangat singkat dari beberapa petunjuk berikut ini.
a. Fasilitator sebaiknya memberi
perhatian perhatian kepada
penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas.
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujua – tujuan kelompok yang bersifat umum.
2. Guru mempercayai adanya
keinginan dari masing-masing siswa
untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya
sebagai kekuatan pendorong yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
3. guru mencoba mengatur dan
menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dsn mudsh dimanfaatkan para siswa untuk
membantu mencipta tujuan mereka
4. Guru menempatkan dirinya
sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok
5. Didalam menggapai
ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas, menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan., serta
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
6. Bila cuaca penerima kelas
telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi,
seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang
individu seperti siswa yang lain.
7. Guru mengambil prakarsa
untuk ikut serta dalam kelompok , perasaannya, dan juga pikirannya dengan tidak
menuntutdan tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang
boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
8. Guru harus tetap waspada
terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat
selama belajar
9. Didalam berperan sebagai
seorang fasilitator, pimpinan harus
mencoba mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan dirinya (Muhammad
Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 159).
BAB III
KESIMPULAN
Teori humanistik adalah teori yang bertujuan untuk memanusiakan
manusia dalam suatu proses pembelajaran. Oleh sebab itu teori pembelajaran
bersifat lebih abstrak dan lebih mendekati kajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi. Teori humanistik adalah teori yang bersifat elektik yaitu teori
yang dapat memanfaatkan teori apa saja asalkan tujuan pembelajaran tercapai.
Dalam praktek teori humanistik cenderung mengarahkan siswa untuk dapat berfikir
induktif, mementingkan pengalaman, dan membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif didalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk pendidikan humanisme
adalah pendidikan terbuka (open education), adalah proses pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas dan memilih
aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan
pembimbing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar