Sabtu, 27 Februari 2016

TEORI BELAJAR HUMANISTIK



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Materi
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan hanya mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaannya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar. Secara umum teori belajar di kelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: Teori Belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, Teori Belajar Humanistik, dan Teori Belajar Konstruktivisme. Untuk memahami lebih lanjut dalam makalah ini akan membahas mengenai Teori Belajar Humanistik.
B.     Rumusan Materi
1.      Apakah yang dimaksud teori belajar humanistik?
2.      Bagaiman pandangan beberapa tokoh terhadap belajar menurut teori humanistic ?
3.      Apa saja kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik?
4.      Bagaimanakah implementasi dan implikasi dari penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
C.    Tujuan Materi
1.      Untuk mengetahui pengertian teori belajar humanistic
2.      Untuk mengetahui pandangan beberapa tokoh terhadap belajar menurut teori humanistic
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistic
4.      Untuk mengetahui implementasi dan implikasi dari penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Belajar Humanistik
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia dari pada berfokus pada ketidak normalan atau sakit seperti yang dilihat oleh teori psikoanalis Freudian.Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal positif.Kemampuan bertindak positif ini, yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistic, biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan positif ini. Kemampuan positif erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalamdomain afektif. Emosi adalah karaktristik yang sanagt kuat yang tampak dari para pendidik beraliran humanism.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia, humanistic melihat prilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistic yaitu yang dilihat perilaku manusia, buakn spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dengan motvasi yang dimiliki binatang (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 158)
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara  pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan  kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia”.Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.Dalam hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik yaitu memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan manusia (Wahab Jufri, 2012: 25).
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.Disinilahletak perbedaan antara teori behavioristic dengan humanistic.Jika behaviorisme memandang siswa sebagai penerima pasif maka humanistic memandang siswa sebagai objek aktif. (http://ariefian84.wordpress.com/2010/07/21/teori-belajar humanistik/)
Jadi  meskipun teori ini terlihat menentang teori behavioristic yang menyamakan perubahan tingkahlaku manusia dengan binatang, sebenarnya teori ini juga mengadopsi dari teori behaviorisme mengenai perubahan tingkahlaku tapi difokuskan pada manusia. Teori ini juga mengadopsi dari teori kongnitif mengenai motivasi yang membangun kongnitifnya.Jika teori konstruktivisme merupakan perpaduan dari teori behavioristic dan kongnitif yang membahas tentang peserta didik membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman, maka teori humanistic adalah pengembangan, penyempurnaan atau penjelasan lebih lanjut dari teori konstruktivisme yang kemudian dikaitkan dengan perkembangan kepribadian manusia.






B.     Teori Belajar Humanistic Menurut Pakar
1.      Kolb  (Experiential learning theori)
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an. Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
Experiential Learninng Theory kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning yang menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman kemudian mempunyai peran sentral dalam proses belajar
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub dalam kecenderungan seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut yang dikutip dari. Antara lain:
a.       Kutub Perasaan/felling (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b.      Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
c.       Kutub Pengamatan/watching (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
d.         Kutub Tindakan/ doing (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas,berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya (http://saputradavid.blogspot.com/2013/04/teori-belajar-menurut-david-kolb.html)

Lebih lanjut, Kolb membagi belajar menjadi 4 tahap
1)      Tahap pengamalan konkrit (Concrete Experience)
Merupakan tahap paling awal, yakni seseorang mengalami sesuatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu).Dalam tahap ini seseorang belum memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu terjadi.
2)      Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation)
Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
3)      Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization)
Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang sedang menjadi objek perhatian.
4)      Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation)
Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata (Wahab Jufri, 2012: 26)
Pada dasarnya, tahap-tahap tersebut berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar, (begitu saja terjadi). Dari kutub dan tahapan yang disampaikan kolb, terlihat adanya domain domain afektf, psikomotorik, dan kongnitif. Ini seperti yang dikehendaki dalam teori humanistic yaitu adanya kongnitif, psikomotorik dan yang paling ditekankan yaitu domain afektif (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 159)
2.      Teori honey, mumford dan habermas
Teori yang disampaikan honey dan mumford merupakan lanjutan atau pengembangan dari teori kolb. Berdasarkan teori kolb ini, honey dan mumford membuat penggolongan siswa menjadi 4 macam, yaitu:
a.      Kelompok Aktivis
Orang-orang yang tergolong dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah untuk diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya. Namun dalam melakukan tindakan sering kali kurang mempertimbangkan secara matang dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri.Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru.Namun mereka cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b.      Kelompok Reflector
Mereka yang termasuk kelompok ini kecendrungan berlawanan dengan kelompok Aktivis.Dalam melakukan tindakan, orang-orang tipe reflector sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.Pertimbangan baik-buruk, untung-rugi, selalu diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu.Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga cenderung bersifat konservatif.
c.       Kelompok Teoris
Orang-orang tipe theorist memiliki kecenderungan yang sangat kritis.Mereka suka menganalisis, berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.Segala sesuatu dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum.Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif.Dalam melakukan memutuskan sesuatu kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptif dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
d.      Kelompok Pragmatis
Orang-orang tipe pragmatis memiliki sifat-sifat yang praktis.Mereka tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya.Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis.Sesuatu hanya bermanfaat jika dipraktikkan.Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat dalam kehidupan (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 160).
Habermas meyakini bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi, baik dalam lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi, dia membagi tipe belajar menjadi 3 macam, yaitu:
a.       Belajar teknis.
Peerta didik belajar bagaimana berinteraksai dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
b.      Belajar praktis.
Peserta didik juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antarapeserta didik dengan orang-orang disekelilingnya.Pada tahap ini, pemahaman peserta didik terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas dari manusia.Tetapi pemahaman terhadap alam justru relevan jika dan hanya jika berkaitan dengan kepentingan manusia.
c.       Beajar emansipatoris.
Peserta didik berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan. Transformasi kltural dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi (Wahab Jufri, 2012: 27)
3.      Bloom dan Krathwohl.
Bloom dan Krathwohl juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom http://www.scribd.com/doc/46776722/Pandangan-Bloom-Dan-rathwohl-Terhadap-Belajar)
Ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai berikut :
a.       Domain koognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu :
1)      Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2)      Pemahaman (menginterprestasikan)
3)      Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4)      Analisis (menjabarkan suatu konsep)
5)      Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
6)      Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.
b.      Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1)      Peniruan (menirukan gerak)
2)      Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3)      Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4)      Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5)      Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
c.       Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1)      Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2)      Merespon (aktif berprtisipasi)
3)      Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4)      Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5)      Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya) (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 162).
4.      Teori Abraham Maslow
Teori maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu :
a.       Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
b.      Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau hirarki kebutuhan.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar mungkin berkembang jika kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi (Muhammad Thobrono dan Arif Mustofa, 2010: 166).
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri.Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental.Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya.Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.(http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow)
5.      Teori David Mills dan Stanley Scher
David Mills dan Stanley Scher mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakanafeksi atau perasaan murid dalam belajar. Pendekatan terpadu atau confluent approach merupakan sintetis dari psikologi humanistic dan pendidikan, yang melibatkan integrasi elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar. Elemen kognitif menunjuk pada berfikir, kemampuan verbal, logika, analisis, rasio, dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan, cara-cara memahami yang melibatkan gambaran visual spasial, fantasi, persepsi keseluruhan, metafor, intuisi, dan lain-lain.
Tujuan umum pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap dirinya dan dunia sekitarnya, sertameningkatkan kemampuan untuk menggunakan kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, menerima petunjuk-petunjuk internal, dan menerima tanggung jawab bagi setiap pilian mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu kepada guru, dengan tujuan akhir mengembangkan tanggung jawab murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu, guru bisa menolak memberikan bantuan untuk hal-hal yang bisa ditangani oleh murid sendiri (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 162)
C.    Kekurangan dan Kelebihan Teori  Humanistik
Kelebihan teori humanistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan keperibadian,hati nurani,perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2.      Indikator keberhasilan implikasi ini adalah siswa merasa senang,bergairah,berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir,perilaku, serta sikap atas kemauan sendiri
3.      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
Adapun kekurangan teori humanistik, yaitu siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya atau ketinggalan dalam proses belajar (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 159)
D.    Implementasi Teori Humanistic
Implementasi teori humanistik lebih menunjukkan pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa  dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama ( student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Ketika siswa memahami potensi diri, diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dirinya  secara positif dan meminimalkan potensidiri yang bersifat yang negatif. Tujuan pembelajaran  lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.  Sedangkan, proses yang umumnya dilalui adalah sebagai berikut:
1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.      Mengusahakan partisipasi  aktif siswa melalui kontrak belajar  yang bersifat jelas, jujur, dan positif.
3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan  siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.      Mendorong siswa  untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5.      Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa yang diinginkan, dan menanggung  resiko perilaku yang ditunjukkan.
6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normative, tetapi mendorong siswa  untuk bertanggung jawab  atas segala resiko proses belajarnya.
7.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan  perolehan prstasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik kini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajarannya yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator keberhasilan  aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola piker, perilaku,  serta sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,  tidak terikat oleh pendapat orang lain, dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung  jawab  tanpa mengurangi  hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, etika yang berlaku (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 159).
E.     Implikasi Teori  Belajar Humanistik
1.      Guru Sebagai Fasilitator.
Psikologi  humanistik  memberi  perhatian  atas  guru  sebagai  fasilitator  yang  berikut ini  adalah  berbagai  cara   untuk member  kemudahan  belajar  dan  berbagai  kualitas fasilitator.  Cara ini merupakan  ikhtisar  yang sangat singkat dari beberapa petunjuk berikut ini.
a.       Fasilitator sebaiknya  memberi  perhatian  perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,  atau pengalaman kelas.
b.      Fasilitator membantu  untuk memperoleh  dan  memperjelas   tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujua – tujuan kelompok yang bersifat umum.
2.      Guru mempercayai adanya keinginan  dari masing-masing  siswa  untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna  bagi dirinya  sebagai kekuatan  pendorong yang tersembunyi    di dalam belajar yang  bermakna tadi.
3.      guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas  dsn mudsh dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencipta tujuan mereka
4.      Guru menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel  untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok
5.      Didalam menggapai ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas, menerima baik isi yang bersifat  intelektual dan sikap-sikap perasaan., serta mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai,  baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
6.      Bila cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai  seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu seperti siswa yang lain.
7.      Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok , perasaannya, dan juga pikirannya dengan tidak menuntutdan tidak memaksakan, tetapi sebagai  suatu andil  secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
8.      Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
9.      Didalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan  harus mencoba mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan dirinya (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2010: 159).

BAB III
KESIMPULAN
Teori humanistik adalah teori yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dalam suatu proses pembelajaran. Oleh sebab itu teori pembelajaran bersifat lebih abstrak dan lebih mendekati kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi. Teori humanistik adalah teori yang bersifat elektik yaitu teori yang dapat memanfaatkan teori apa saja asalkan tujuan pembelajaran tercapai. Dalam praktek teori humanistik cenderung mengarahkan siswa untuk dapat berfikir induktif, mementingkan pengalaman, dan membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif didalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk pendidikan humanisme adalah pendidikan terbuka (open education), adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar